Hukum Perikatan dan Contoh Kasus :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum (dalam
lapangan hukum harta kekayaan) antara dua pihak yang menimbulkan hak dan
kewajiban atas suatu prestasi
Macam –
macam Perikatan
a. Perikatan
Bersyarat : Perikatan yang digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang
belum terjadi dan belum tentu terjadi
b. Perikatan
dengan ketetapan waktu : perikatan sudah lahir tetapi pelaksana-annya ditunda
sampai waktu yang ditentukan dalam perjanjian
c. Perikatan
yg dapat dan tidak dapat dibagi-bagi
Tidak dapat dibagi : – karena sifat prestasinya
– karena ditentukan dalam perjanjian
d. Perikatan
tanggung renteng (tanggung menanggung)
– Kreditur tanggung renteng : ada lebih dari satu kreditur terhadap 1 debitur
– Debitur tanggung renteng : ada lebih dari satu debitur terhadap 1 kreditur
e. Perikatan
alternatif (manasuka) :perikatan dimana debitur diminta memilih satu dari
beberapa prestasi yang ditawarkan
f. Perikatan
dengan ancaman hukuman : debitur diwajibkan melakukan sesuatu jika tidak
melaksanakan prestasi yang diperjanjikan
Unsur-unsur
Perikatan
1. Hubungan hukum (legal
relationship)
2. Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak
(parties)
3. Harta kekayaan (patrimonial)
4. Prestasi (performance)
Pihak-pihak
(subjek perikatan)
1. Debitur adalah pihak yang wajib
melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban)
2. Kreditur adalah Pihak yang berhak
menuntut pemenuhan suatu prestasi atau pihak yang memiliki piutang (hak)
Syarat-syarat
prestasi :
1. Tertentu atau setidaknya dapat
ditentukan;
2. Objeknya diperkenankan oleh hukum;
3. Dimungkinkan untuk dilaksanakan
Ingkar Janji
(wanprestasi)
- Para debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan inkar janji (wanprestasi)
- Ada 3 bentuk wanprestasi, yaitu :
a)
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b)
Terlambat memenuhi prestasi
c)
Memenuhi prestasi secara tidak baik
Berakhirnya
Perikatan
Undang-undang
menyebutkan ada sepuluh macam cara terhapusnya perikatan, yaitu antara lain :
Karena
pembayaran, pembaharuan hutang, penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh
penitipan, kompensasi atau perjumpaan hutang, percampuran hutang, pembebasan
hutang, hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, pembatalan
perjanjian, akibat berlakunya syarat pembatalan dan sudah lewat waktu.
Sistem
pengaturan hukum perikatan
Sistem
pengaturan hukum perikatan adalah bersifat terbuka, artinya bahwa setiap orang
bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum
diatur dalam UU. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam
pasal 1338 ayat 1 yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari ketentuan
pasal ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak
membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menemukan isi perjanjian
dan bebas menetukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dalam
menentukan suatu perikatan, maka tidak boleh melakukan perbuatan yang melawan
hukum. Sebagaimana dalam H.R. 1919 yang mengartikan perbuatan melawan hukum
sebagai berikut :
1. Melanggar hak orang lain
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum
pelaku yang dirumuskan dalam UU
3. Bertentangan dengan kesusilaan
Bertentangan
dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat, aturan kecermatan ini
menyangkut aturan-aturan yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya dan
aturan-aturan yang melarang merugikan orang lain ketika hendak menyelenggarakan
kepentinagn sendiri.
Contoh Kasus Perikatan :
Kasus
Surabaya Delta Plaza
- # Kronologi Kasus
Pada
permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) dibuka dan disewakan untuk
pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah
satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang
meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu. Salah seorang
diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin
Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin
memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual
perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin
menempati ruangan itu, pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) mengajak
Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah
pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge,
sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.
Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT Surabaya Delta Plaza (PT.
SDP), tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat
pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk
kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT Surabaya Delta
Plaza (PT. SDP) dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha
No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi
perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban
Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu
sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah
dipedulikannya. Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku
karena pihak PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) telah membatalkan “Gentlement
agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran. Hanya
sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun
1991. Namun pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) berpendapat
sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap
seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10
Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44
kepada PT SDP. Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk
ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak
membayarnya. Pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP), yang mengajak
Tarmin meramaikan pertokoan itu.
Pihak
pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) menutup COMBI Furniture secara
paksa. Selain itu, pengelola PT Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) menggugat
Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
- # Analisis Kasus
Setelah
pihak PT. Surabaya Delta Plaza (PT. SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk berjualan
di komplek pertokoan di pusat kota Surabaya tersebut, maka secara tidak
langsung PT. Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dan Tarmin Kusno telah melaksanakan
kerjasama kontrak dengan dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di
depan Notaris. Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut
maka pihak PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno mempunyai keterikatan
untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian yang telah
dibuat.
Perjanjian
tersebut tidak boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang
telah dilakukan oleh PT. Surabaya Delta Plaza dan Tarmin Kusno tersebut
dianggap sudah memenuhi syarat, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320
BW. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu
hal tertentu;
4. Suatu
sebab yang halal.
Perjanjian
diatas bisa dikatakan sudah ada kesepakatan, karena pihak PT. Surabaya Delta
Plaza dan Tarmin Kusno dengan rela tanpa ada paksaan dari pihak manapun untuk
menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan oleh pihak PT.
Surabaya Delta Plaza yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Tapi
ternyata Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua
kewajibannya kepada PT Surabaya Delta Plaza, dia tidak pernah peduli terhadap
tagihan – tagihan yang datang kepadanya dan dia tetap bersikeras untuk tidak
membayar semua kewajibannya. Maka dari itu Tarmin Kusno bisa dinyatakan
sebagai pihak yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan
inilah pihak PT Surabaya Delta Plaza setempat melakukan penutupan COMBI
Furniture secara paksa dan menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri
Surabaya. Dan jika kita kaitkan dengan Undang-undang yang ada dalam BW,
tindakan Pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa dibenarkan. Dalam pasal 1240 BW,
dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak menuntut akan
penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan
bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan
segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tak
mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk
itu.
Dari pasal
diatas, maka pihak PT Surabaya Delta Plaza bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang
tidak memenuhi suatu perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua
tagihan bulanan kepada PT Surabaya Delta Plaza.
SUMBER :